TENTANG JULI DAN PERASAAN SEPERTI API
TENTANG JULI DAN PERASAAN SEPERTI API
Pagi
masih saja setia denganku membicarakan hal-hal tentang hidup bahkan terlalu
sakit jika mengingatmu secara berlarut-larut. Pada hari itu musim itu kemanakah
kau? Kanapa hanya sekedar sapa dan memberi kabarpun tidak? Kuikhlaskan saja apa
yang menjadikan dirimu tenang damai dan mungkin kau akan bahagia dengan
pasanganmu yang sembunyi-sembunyi dalam ikatan samar ini. Perlahan aku mencoba
mngutarakan padamu juga.
Sejujurnya
ada dendam yang mendalam, kenapa setiap aku merindukanmu engkaupun malah usang
dan hilang dari kesunyianku. Biarpun kau berlari dari tempat perjumpaan yang
pernah kita tingggali jejak, disitulah
bayangan-bayangan serta ingtatan itu akan kembali menemuimu. Apakah sebuah cinta itu mesti mendiamkan sega
cara yang ada, atau barangkali selama kita bersama kau enggan menerima
kenyataan ini padaku?
Tak
ada irama bahkan senandung rindu yang ku upayakan menemui adalah hal yang
paling menghebohkan; sebab kau seperti bidadari yang usai mandi dari petilasan
dan aku diam-diam mencuri slendangmu seperti cerita jazka tarub dan dewi sinta
dan aku ingin mengajakmu berkeluarga dalam rumah yang sederhana. Namun angan
itu menjadi ilusi yang membakar pejamku dan seterusnya perihal itu menjadi
wujud kesetianku padamu. Biar kau hilang dalam dekap, namu kumasih enggan
membasuh namamu dengan doa malaku,
semoga tuhan memberimu pijakan dan jalan panjang, meski jarang terlihat dalam
mataku namaun hatimu masih tetap hadir menemuiku. Memuliakanmu adalah impianku
biar segala urat nadiku bahkan hatiku terbakan aku masih bisa memakai topeng
senyum.
Sungguh,
hanya untukmu!
“Engaku telah menghadirkan ilusi dalam ingatanku
dan kau yang mula-mula pergi dalam tidurku
kesunyian adalah guru yang setia
pergilah dan nikmatilah kesia-sianmu”
dan kau yang mula-mula pergi dalam tidurku
kesunyian adalah guru yang setia
pergilah dan nikmatilah kesia-sianmu”
(Semarang,
18 Juli, 2017, Muhamad Arifin)
Komentar
Posting Komentar