REFLEKSI ; CITA RASA BANGSA INDONESIA


Gambar terkait  
                                                  REFLEKSI ; CITA RASA BANGSA INDONESIA
Sembilu pada akhirnya mengiris hati dimana kekesalan menjadi makanan sehari-hari, melihat gejala di Negar semakin lama hilang kendalinya. Sudah merdekakah kita? Atau hanya mimpi semata? Terbayang sudah kita lahir namun apa guna fikiran kita jika tidak ada imbasnya untuk Indonesia ini. Mentari di pagi hari megayun dari perut bumi dan terbit secara terang. Agustus datang membawa pesan yang dalam.
Hening pada diri ini ketika para pemimpin, pejabat, ulama hanya mendiskritkan kepentingan pribadi. Semakin derasnya alur dan loyalitas dalam keangkuhan korupsi merajalela, saling suap saling hantam, uang rakyat habis digerus pejabat tak bermoral. Dan para ulama berdalih di atas mimbar sambil berteriak takbir namun disamping itu memporakprandakan Negeri ini saling fitnah-memfitnah seperti aliran air deras tak terbendung dalam hidupnya waktu.
Menyoal masalah ini apakah kita akan terus melihat kebobrokan dunia ini?  Pramodya Ananta Toer memaparkan dalam bukunya Bumi Manusia ketika ia menulis didalam penjara sebuah tetralogi yang getir di masa itu Indinesa masih di jajah belanda dengan kata-kata sederhana menulis “Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan” tentu inilah jejak yang harus kita serap dalam kehidupan. Cahya persatuan dan kebersamaan sekarang hampir tiada. Marah dan amarah terus menjulang sedikit pergerakan untuk memuliakan kaum lemah. Buat apa kita berjalan untuk kehidupan. Seperti kita tak berdoa dalam melihat kengerian yang ada.
Sepak terjang pahlawan membara dalam ingatan kita seharusnya harus di contoh dan di tiru perjuangan itu. Inikah tuhan? Garis keturunan di negeri yang semakin tenar kebencian, keangkuhan? Tak sempat fikir dari gelisah ini. Upaya mempertahankan kesejahteraan inilah yang harus di garis bawahi dalam heidup bernegara. Cita-cita bukan sebagai angan-angan atau kata-kata seja melainkan manifestafi kerja nyataa.
Marilah sejenak kita menghirup udara yang suci dari ruang hati. Katakanlah sebenarnya jika mungkin itu sulit. Lakukanlah. Karena itula hal ynag terbaik untuk kehidupan kedepanya. Kelahiran bangsa Indoneisa yang 72 ini marilah kita menengok sejarah, perjuangan pahlawan ulama yang rela berjuang-berkorban demi satu kata Merdeka. Lantas setelah merdeka kita mau kemana? Persembahan yang layak bagi diri dan lingkungan yang kita ciptakan konsep yang bersentuhan cita-cita rakyat ini.
Semenjak belajar di bangku sekolah dan perguruan apalah guna idealisme kita namun upaya untuk aplikasi dalam mayarakatnya nol itu sama saja menghamburkan uang yang diberuikan orang tua kepada kita. Mengirup bau berita media yang semakin memabukkan pembacanya. Ah, ini apalah hidup? Serasa dunia ma hancur. Kemarilah meneguk rasa cinta dan cita-cita sehingga apa yang kita fikir bisa terwujud dengan asas keikhlasan.
Engkau punya guru aku juga punya guru. Bersaing dengan sehat dalah yang diutamakan dalamproses belajar. Orang bisa dikatakan sukses untuk pribuminya ketika ia jadi orang besar dan menjadi pemimpin di negeri ini bisa berlaku adil dan memikirkan keluh kesah rakyatnya. Suara-suara orang kecil di prioritaskan dan di lindungi sebab adanya demokrasi ini jela lebihnya rakyat menjadi sasaran utamanya, sudah sejak lama masyarakat menunggu tunaas-tusan anak muda bangsa bersemi. Seiring semangatnya ulang tahun Kemerdekaan Rakyat Indonesia ini mari ciptakan gebrakan yang baru, semnagat baru saling asah asih asuh.

 Semarang, 27 Agustus 2017

 *) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Semarang Jurusan Ilmu Komunikasi yang sekarang tinggal atau nyantri di Masjid Agung USM


Komentar

Postingan Populer