ANGGAP SAJA DUNIA MATI, DAN CERITA-CERITA LAINNYA
ANGGAP SAJA
DUNIA MATI
DAN CERITA-CERITA LAINNYA;
DUNIA MATI
DAN CERITA-CERITA LAINNYA;
Entah dari mana lagi aku akan menulis
lagi, sudah lama aku tak jumpa tulisan-tulisan yang kadang menghantam
otakku, ya. Inilah sebuah pertanda bahwa hidup segera berakhir, sebab,
orang-orang hanya mau mengaduk mimpinya saja dan melacurkan kehidupannya
diatas kepala-kepala yang tragis. Mungkin dari sinilah awal aku berani
menulis, memuntahkan sejumlah fikiran-fikiran yang berdebu didalam
memori. Tugas terus berdatangan orang-orang seorganisasi mengklaim
sebagai kakak tingkat yang benar. Iya memang. Ku akui aku masih saja
belum bisa berfikir untuk progresif. Ya. Dunia hampir mati tuhan.
Meminjam istilah orang-orang besar membuat kengerian fikirku tak
terbendung. Dari sinilah awal bagaimama aku hidup untuk semestinya hidup
untuk menghidupi. Tak ada hal yang pernah aku sangka dalam proses,
banyak janggal dan tikungan tajam yang menyerang perjalannku. Sendiri,
sunyi, cemburu, iri menjadi satu lingkaran setiap waktuku. Tapi
disinilah seluruh kekuatanku di uji oleh tuhan; sebab jarang orang ang
mau mati-matian menjaga,merawat,memperindah rumah tuhan. Aku terus
berfikir bagaimana langkah yang bagiku adalah tanda yang hilang dari
keramaian masyarakat dari tingkah korupsi, terorisme measih menjadi
candu bangsa ini untuk sekedar menjadi hidup layak di akhirat nanti.
Tambah kejam, sungguh. Keseharianku tak lain untuk membuat jagat raya
ini guncang dalam artian pendek ini bisa takut akan tulisan-tulisan
bahkan ancaman untuk orang-orang yang sembrono dalam memaknai hidup ini,
oh. Tuhan. Harus dari mana lagi tangan usang ini menulis kengerian.
beginilah jadinya jika tatanan hidup tak ada manfaatnya sama seklai
untuk masyarakat. Dan kenapa kau memilih hidup? Ah, biarlah yang
terpentig aku mencobo fokus kepada tuhanku dengan cara-cara yang mudah
dan tidak menyakitkan aku bisa mudah dan tenang. Tuhan begitu baik dan
tak sudi melihat hambanya yang kesakitan, aku mencoba menyebut syukur
yang dalam-dalam.
Biarlah senada dengan puisiku; kini aku memulai untuk tidak taku menulis;
HIDUP SEDALAM MURKA
“Sedalam laut manakah jalan menujuMu?
Dalam gelap doa nafasku gelora nafsu api-api
Semakin mengiris mawar pisau kehidupan
Keras menggila dan mengalir dari sendi yang tertekan.
Semakin aku takut menjadi manusia hidup
Karena batu tumbuh dari hatiku
Atas nama apa saja hina tetaplah murka”
(Semarang, 04 Juni 2017, Muhamad Arifin)
Komentar
Posting Komentar