PUISI-PUISI SEDERHANA APRIL- MEI 2017












SEBUAH KABAR KEMATIAN
1/
ditubuhku perahu berlayar jauh
ombak menanam getir waktu
kupanen buah puisi
sebagai oleh-oleh perjalananmu
2/
sepi yang gila selalu saja bertamu
mencipta kegaduhan dinding abu
air tumbang dalam kesaksian
orang mengabarkan rasa kematian
3/
Kabarkan mayatmu dalam doa
senantiasa duduk di kuncup kamboja
bendera kuning berkibar
malik baru saja pulang
mencatat amal-amal kekal.
Semarang, 29 April 2017

SAJAK MENANAM DOA
: p.u.i.si.
1/
puisiku tumbuh
diladang imajinasiku
diksiku tamasya
dari desa ke dinding ibu kota
2/
mataku pisau
membunuh masa
kakiku api
membakar keji
3/
ucapku doa matahari
jadi anak puisi
dibumi pertiwi
hidup untuk mengasihi.
4/
Pada tuhan semesta alam
menanam adalah sabda-Mu
dzikir perintahmu
pada kata-kata senjataku
berisi kekuatan
atasMu, O, Rabbku.
(Semarang, 29 April 2017, Muhamad Arifin )

DOA SUCI APRIL
Lagu yang subur bulan April
kisah doa pemanis surga
menyejukkan atap hati
menyebut asma suci-Mu
wirid syukur menembus langitMu
menjadikan embun dalam sajakku
tak ada yang sunyi dari bulanMu
terhitung rindu tuk bertamu
keindahan adalah citra
sungai menembus malamku
mengaliri sajadah i'tikafku
gemintang melingkar sunyiku
ya, allah..
dapatkah hamba menuju-Mu
membaca kalam-Mu
hingga duniaku hilang
menyemarakan sabda-Mu
dalam diam
kirimkanlah nisan
untuk pengingat kematian

DI TAMAN
tak perlu kau sembunyikan
taman dukamu sedalam sauh
cukuplah asam manis
dan taburan bianglala menghiasi
taman harimu
juga ruang puisimu.
30 April 2017.

MEMBACA ISRA' MI'RAJ
Baca puisi mencermati teka-teki
malam melintang
wirid rindu padamu
o, kekasihku
o, rasulku
Semarang 28 April 2017

1 Mei
banyak yang harus di gali
memahami situasi
menemukan kekawan
juga puisi dalam ruang
o, Lampung
yang anggun.

MAWAR MEKAR
perjalanan mungkin tumbuh
dari dari kedua matamu
dari orang-orang pelafal kata
juga kaca mata mahasiswa
nusantara bergemuruh
rimbun puisi mengalir
kesetian perbedaan
menjadi mawar-mawar nanar.
Bandar Lampung, 2 Mei 2017.

ANTARA MUSIM DAN CINTA
Terakhir kumelihatmu di pelataran biasa
Kau mengayunkan senyum mistikmu pada dara-dara bercumbu
Entah,
Musim dan hari masihlah berteman
siang ini matahari begitu gagah
Lepaskan amarah garangnya
Dalam mimpi terkoyak
Begitu jalangnya
Sambil menahan dekap angin di sebelah pohon tua berjaket tebal
melihat angin
Melihat bayi menangis kecil
Apakah ini dua musim yang bertrmu?
Melepuh
Retak di dalam rumunan doa senja
Selepas itu menjelang hilang
Padam!
Mranggen, 02 Mei 2016.

MEMAHAT SIKLUS
bila kukatakan kuharap baik-baik saja, juga siklus perjalananmu
dingin di bukit memaksaku tuk menulis tentang bunga ini. kemudian tersenyumlah pada tarian langit juga angin-angin menjatuhkan dedaunan.
jatuh bukanlah hilang, dalam asmara doa kau bina dengan tarekat. dayung dalam harapan mataharimu. untuk bersedia menjadi lukisan yang memerankan rasa. kini jalan-jalan memanggil. padamu rindu. kukirim surat kusam dari teriakan matahati.
Lampung, 4 Mei 2017

PULANG
inikah malam
ombak angin
gerimis 
rindu
doa
melayang
tengah laut, 05 Mei 2017.

DI LANGIT DADI
inikah kenangan
dari mata-mata embun
yang singgah dalam dadaku?
o, waktu
bagaimanapun
puisi adalah doa
juga kesadaran penemu jalan
Tuhan,
ridhoi jalan hamba
hingga pelataran surga
abdi penuh cinta.
Cirebon, 06 Mei 2017.

keberadaan kata-kataku akan menjadi puisi yang kekal dalam perjalanan
jarak; jauh dekat adalah gelora yang kan menghanyutkan mimpi ini
lepas-lepas digaris khatulistiwa.
2017.

SENTUHAN TUHAN
pada titik petang
suara kematian menggema
sentuhan memucat kengerian
serupa anai buta
melayang
perih
tak bersuara
tuhan, aku berlindung asma-Mu
Semarang, 7 Mei 2017

Kenangan yang lahir kembali
pada beranda kata-kata
pagi tiba ada lalat menari
selamat bangun pagi permisuri
2017.

MENJUMPAI KESUNYIAN
biar segala muramku
menjadi seorang pejalan
mengenalmu adalah lautan diam
catataan menjadi tebal
selimut malam berkabar
anggun bibir rembulan
memaksaku untuk mengalunkan
denting kerinduan
biarkan terbang asaku
menjatuhkan segala sunyiku
merapal musim rinduku.
Semarang, 09 Mei 2017.

PERSAUDARAAN
Berbeda-beda tapi tetap satu
jayalah saudaraku,
jayalah bangsaku
jayalah negeriku
jayalah Indonesiaku.
Lampung 01-05 Mei 2017

MENEMU RINDU
biar saja perluasan hatiku membatu
dari sudut-sudut istirahatku
bukan langit sedu ratapku
kupetik tubuh rembulan
sebagai kekasih malam
diluar rerimbun dedaunan
melepaskan tubuhnya
tanah memerah
rindu mengaum
pada jendela putri
tak ada irama cinta
bekas suara-suara yang lahir berbulan-bulan
digagang telepon
lanskap hatimu menjumpa
pada yang entah aku kembara
bila jika sujud
tatapan sementara itu
akan kumasukan dalam baris-baris buku
menjadi bingkai tulisan asmara.
Semarang, 10 Mei 2017

dalam senja ini
paduan senyumu mengambang
perlahan turun
terpejam
dan rembulan menemanimu.


menggarisi letupan
dan memasak diam
2017.
sebuah lagu dan
instrumen syahdu
kini abadi
mengaum mata hatimu
2017.
yang sedang-sedang saja
biarlah seperi air, angin
12 Mei 2017.

menanam kembali buih embun
dan menyuburkan taman-taman
2017

padahal kau hawa
malah kau sengaja
memasuki ruang
memutar kata
ajaran siapa?

PUTRI DAN SEPI
kubisa pergi dari
gumpalan rindu ini
menyadarkanmu kepada pagi
membuka permata katamu
dan jadilah musim yang satu
melafalkan sesepi tangis
gerimis menjalar peluk
dan kukatakan; carilah peluru
dari medan pertempuran
sementara aku terus melukis
sejarah lalu
dan bukankah ketakutanmu
menjadi bekal lagu
sentuhan puisi menjadi mantra
o, putri manusia
carilah sepi untuk berguru
(Semarang, 12 Mei 2017, Muhamad Arifin )

IBU IBU O, IBU
jangan pernah lepas ibumu
jika kau sibuk pada duniamu
hingga ibu yang dulu melahirkanmu tersedu-sedu, muliakanlah-hormatilah, jadikanlah ibumu sebagai hal 'utama' dalam proses hidup menuju 'mati' bahwa ridho ibu adalah ridho allah.
Mak, mari kita sebrangi lautan hidup ini. bersandar iman dan niat ikhlas ibdadah pada allah
Pangsetune Mak.
*) Tampak bungah, ceria, rindu
Mranggen 13 Mei 2017.

BILA KU TULIS PUISI
tak ada puisi yang tumbuh
tanpa adanya getaran sukma ini
begitupun setiap datangya pagi
tak lupa kubasuh perlahan aksara ini
kutulis kata sederhana
bahwa inilah jalan menuju langit
sementara senyum usang asing
memaknai kata-kata dari cibiran saja
dalam kesendirian sunyi berdialog denganku
tentang rencana esok tiba.
menyelamatkan mawar
hingga tubuh menjadi lagu puisi keabadian.
(Semarang , 14 Mei 2017, Muhamad Arifin)

TAWA SEDERHANA
dalam tawaku kau tau?
inikah kesederhanaan bagiku
untuk menyejukkan keadaan
dalam kesendirianku kau tau?
aku selalu saja berdoa untukmu
untuk kebaikanmu pada manusia.
Semarang, 14 Mei 2017

SURATAN KECIL
mendapat suratan tergelincir
menembus angin kecil
oh, inikah malam
kau semakin saja
menghantui macam peri
dari matamu tumbuh
bintang kecil yang berkembang
atas nama kata
kuingin sandarkan doa
semakin menuju tamanmu
melepas segala resah
kini bermusim di sukmaku.
(Semarang, 15 Mei 2017, Muhamad Muhamad Arifin )

TANDA TANYA
harus kukatakan apa lagi
wahai pemuja malam?
untuk jelas kukatakan
: melipatmu, mendoakanmu
dalam baris puisiku!
2017.

KISAH ANAK PENUNGGU KOTA
kudengar dari jendela fikirku
kujumpa lari-lari kecil
di sebuah petak kota
aku masih saja memohon 
gerimis kecil membelai lukanya
menjalani lautan merah
dari setengah usia ia menanam
tuhan, inikah aku?
yang terjerembab luka sisa kota?
(Semarang, 16 Mei 2017, Muhamad Arifin )

MEI
melewati taman
melewati duka
melewati kesunyian
menanam kesendirian
matilah kau tuan!

SENANDUNG LUPA
sepuluh mawar jatuh
panas memanggang lipatan sunyi
apakah arti nyala
jika mahkota ludah dalam kerenda
sepuluh mawar kering
tersapu angin
mengapa kukatakan?
bait-bait puisi menjadi abu
menghilangkan nama-nama
inikah petuah zaman?
dimana ketetapan jiwa
senandung tuhan kibar
mata hati hingar bingar.
sepuluh mawar tumbang
jiwa meraba, pada musim fana.
(Semarang, 17 Mei 2017, Muhamad Arifin )

NUNDUK
inikah rindu
inikah musim
inikah rembualn
o, ramadhan
aku merindukanmu.
*) Suasana menjemput Ramadhan,
: Marhaban Ya Ramadhan.

aku dan puisi
setubuh satu keluarga
tangis bagiku kata
simbol adalah mahkota.
akulah puisi.

INGATAN
teruntuk nafsu
larilah kau dalam kuburmu
teruntuk rindu
matilah kau dalam apimu
diam kesakitan
api ia pegang
o, kematian
inikah akhir zaman?
Semarang, 18 Mei 2017.

DATANGLAH
kepada pagi
tuhan mengirimkan rindu
musim menyentuh kalbu
awal jejak adalah ketulusan
adakah yang menyentuh
dari lagu-lagu air dilantai
yang merapalkan doadoa?
sebuah almanak menyerukan gaung
pada mimpi yanh baru saja tercipta
tuhan datang membelai dahi
mengabarkan embun kembali lagi
tetaplah menjadi puisi
yang merasakan getaran mata hati
kini sebuah cinta
melafadzkan mahkotanya
ramadhan tiba
orang-orang melepas wirid
pada lautan sujud
manusia meraba kata-kata
Ramadhan, datanglah.
aku ingin kasih sayangmu.
(Semarang, 19 Mei 2017, Muhamad Arifin )

ABSTRAK
biarlah tumbang dengan kapalmu
sedang kau asik memutar tawa
inilah republik kata-kata
sedalam apakah wahai hawa?
ini bukan tentang hujan, badai
bukan, ini adalah irama yang lahir dari rerimbun kerangka imaji.
anggun pancarmu memiliki puluhan rembulan di pandangmu
dan malam apakah yang turut ada untuk menulismu?
sedalam sauh
pecahan gelombang menindihkan.
serangkaian duka abadi
waktu memburu nista.
kata-kata biar jadi temali yang menjerat aliran darahmu
inikah lagu , dari taman-taman
mengerikan.
(Semarang, 19 Mei 2017, Muhamad Arifin)






Komentar

Postingan Populer