Pencarian, Pembelajaran dan Kehidupan


Pencarian, Pembelajaran dan Kehidupan
Oleh : Muhamad Arifin

APA yang terlintas di pikiran kita ketika hendak lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Perguruan Tinggi? Ya, yang pasti adalah; kita dihadapkan berbagai macam gejolak persoalan. Pertama hal utama yang dihadapi adalah: setelah lulus mau kerja, berwirausaha atau memutuskan menikah dan bekerja. Hal itu yang menjadi perihal yang sangat kompleks di dewasa saat ini.

Dimana, kita dituntu untuk berfikir lebih rasional dan terarah. Usia-usia yang paling menegangkan ketika kita memasuki umur 17-20 tahun keatas. Pertanyaan-pertanyaan yang sering menghantui kita, dan tentu kitalah yang akan menentukan masa depan yang lebih baik.

Dahulu, ketika kita di usia kecil kita masih merasakan, betapa asiknya menjadi anak kecil yang polos, bermain tanpa memikirkan beban yang berat.  Sebagai anak di usia yang hanya mengenal ‘kebahagiaan’, meski terkadang, mau tidak mau kita harus melewati perjalanan itu. Ya, kehidupan mengajari kita banyak hal, tentang fase menghargai waktu, dan memasuki ujian yang payah dalam kehidupan.

Masa depan selalu menjadi obrolan yang santer di kalangan pemuda dewasa ini, dimana mereka harus benar-benar tegar menghadapi situasi dan tanggung jawab yang besar untuk bertahan hidup dan belajar untuk ‘sadar’ dan berbalas budi pada kebaikan orang tua yang setia mendidik kita hingga saat ini.

Setiap dari pada kita berhak bermimpi; menandaskan cita-cita yang tinggi dan terus berusaha untuk belajar menggapai asa. Apa yang kita kerjakan saat ini, saya yakin kelak kita akan memanennya; meskipun kita rela berdarah-darah untuk mencapai ke titik puncak sana.

Mengutip dari NU Online tentang Rahasia Imam As-Syafi’i dalam Menuntut Ilmu: beberapa hal yang dimana, beliau membagi malamnya menjadi tiga waktu. Sepertiga pertama digunakan untuk menulis. Sepertiga kedua dipakai untuk shalat sunnah. Sepertiga terakhir dimanfaatkan untuk istirahat malam.

Untuk bisa menjadi orang yang beruntung, kita harus senantiasa ‘sadar’ dan percaya diri. Apapun yang menjadi pilihan hidup kita itulah momentum belajar dan ibadah; dimana pada ujungnya adalah untuk menambah wawasan kita agar tidak menjadi manusia yang gaptek (gagap teknologi) alih-alih bisa bermanfaat bagi orang lain.

Saya pribadi berharap apapun yang terjadi saat-saat ini itu adalah proses pembelajaran bagi diri kita. Apapun itu. Letakkan kepercayaan bahwa kita bisa dan mampu. Bukankah sebaik-baiknya orang adalah berani mencoba dan mengalami? Meskipun, terkadang banyak aral yang selalu meruntuhkan perjalanan kita.

Kita tak akan pernah tau kelak kita menjadi apa dan siapa. Yang tau kelebihan dan kekurangan kita adalah diri kita sendiri; kita yang menjalani, kita yang merasakan. Jangan pernah takut untuk melangkah dan berproses. Bukankah Roma tidak dibangun dalam satu hari atau satu malam, begitu juga dengan perjalanan belajar/bekerja kita. Tetapi, seiring dengan berjalannya proses yang kita jalani kita akan berkembang lebih baik lagi.

Ini bukanlah waktu yang mudah. Kita harus benar-benar siap tekad, usaha dan doa. Perjalanan masih panjang, ujian semakin berat. Satu hal, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Anggap saja, kita sedang menyusun puzzle dan merangkainya satu persatu agar tersusun menjadi sebuah keberhasilan tentang apa yang kita impian di masa mendatang.

Kita perlu menengok dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah taqdir ialah doa seseorang itu sendiri. 

Kemauan akan mengajari kita tentang apa itu sebuah proses yang ada, keberanian akan menjadi kekuatan terbesar dalam diri kita asal tidak takut arti sebuah kegagalan.

Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Demikianlah, kita harus susun niat baik kita untuk menjadi yang lebih baik lagi. Dan, yang terpenting dari semua ini adalah; rasa syukur dan ikhlas dalam menghadapi tekanan, apapun itu. Semoga kita selalu dapat menerima pembelajaran berharga dalam kehidupan ini. Betapapun perihnya, pahitnya sangat mungkin akan berakhir dengan penuh hikmah.

Terakhir, pasrahkan apa saja yang menjadi beban hidupmu kepada Allah SWT. Hanya kepada-Nyalah kita berserah diri. Kita hanya sebatas hamba yang lemah dan tidak punya apa-apa. Kita hanya merencanakan, selebihnya; kehedak-Nyalah yang lebih tepat untuk diri kita. Semoga tulisan ini bisa memotivasi dan bermanfaat untuk kita semua.

Teruslah berusaha, berdoa, berusaha, berdoa dan seterusnya. Kelak, kita sendiri yang akan merasakannya apa yang menjadi ketentuan dan ketetapanya di hari yang baik nanti. Apapun itu. Amiin.

Penulis :
*Muhamad Arifin, Alumni Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Semarang. Bergiat di Komunitas Orbit. Ia menulis puisi, esai. Selain itu, dia juga mengelola wordpress: Klinikaksara.wordpress.com dan ariefsastra21.blogspot.com.

Komentar

Postingan Populer