Sepilihan Puisi-Puisi Sederhana


pengantar sederhana dari jiwa biasa.

*Karena proses perenungan adalah karya terbaik, inilah bebrapa puisi sederhanaku yang lahir dalam kecemasan masa, namun biarkanlah puisi-puisi ini menjadi tombak,
bukan karena mahirku mendapat nama terpenting dalam berkarya adalah ’Proses’’
Ya, inilah karya perjalanan di kota metropolitan yang sengit ,riuh, kejam!
Selamat mencicipi hidangan saja dari puisi abal-abal ku
Salammmm Karyaaaaaa!*
 ' 


''DEBU METROPOLITAN'' 
Sekumpulan Puisi Sederhana
Muhammad Arifin
2016.




KEMBALI MENUJU FAJAR
Waktu ini ladang tanam bagiku
pagi sekali masih samar jalan-jalan metropolitan
Wajah-wajah bernyanyi diantara luapan pancaroba
Hingga pagiku berkali-kali berlari mengejar tinta rona agungMu
titik jemu bukan penghalang menatap bintang dan segala penghuninya
Aku termenung menyimpan naskah-naskah sempat kutulis selepas senja yang indah
Kembalilah pada ladangmu
jangan kau menangis karena duka
Tuhan kan melipatkan sejarah panjang atas perjalanan mu
Melihatlah dengan gema-gema fitrah kunci dalam sandar fajarmu
Embun selalu meriak dalam senyummu.
(Semarang, 8 September 2016, Muhammad Arifin)

CINTA
bicara-bicara mengapa si cinta sulit tersenyum saat senja bergelayut padam?
beritahu aku jka cinta mau menerima di sisa-sisa gores embun-embun bernyanyi mengena genting dan menyapa tahajud syukur.

PERKELAHIAN HUJAN DAN KOPI
Hujan di batas pertemuan kota asing meriak
Perindu rinai menangis sedu segelas kopi memahat cinta-cinta dari larik sajak makar di atas taman
Adapula gerik punai kibas kutu di sela meriangnya metropolitan.
14 September 2016

API-API MISTERI
Sendiri menyelamatkan sepi
Para pencuci waktu terlihat rapi didepan angkringan tua yang berselimut asap-asap mestropolitan yang melingkar.
Semarang, 15 September 2016

AGUSTUS AKU MERINDUKANMU
:ujian
Bisakah kau temani malamku ini?
Kau yang mengutuk malam-malam panjangku hingga awal musim aku tersenyum melihatmu dalam dekap binar
Semarang, 17 September 2016

SAJAK PELUPA
Mataku kembali sumringah diatas tawa-tawa menghamba
Sekat munggurat kembara
Asap-asap mengepul diatas ubun semesta
Irama metafora mengutuk kaki neraka
Jarum bergetar pukul enam senja benar kembali melayang
Malam panjang
Setan-setan bertempik semayam di atas kumpulan orang bernafas enggan menakar perihal zaman
Lekaslah!
Kembali pada tabir fajar.
Semarang, 18 September 2016.

MEMBACA HUJAN HARI INI
Hujan membasahi wajah-wajah perindu kata
Gelisah otak senjatanya
Ia memulai dari mana
Tubuhnya panas
Matanya nanar
Macam gema menusuk dalam-dalam
Tanah kembali sumringah
Dendam cinta bak majnun dan laila
Semarang, 21 September 2016.

PERJALANAN SUNYI
Tiga hari ini aku akan berkelana
Meminjam dingin dan pekik kota
Mungkin aku akan kembali membawa matahari yang kan ku kobarkan di mata-mata yang sunyi.
23 September 2016

MALAM
Tak ada lagi sesal yang ku minta
Tapi aku takut jika malam datang lagi menghantui dalam mimpi-mimpi
Bangun menjelma bayang-bayang pendar mungkin permintaanMu seperti itu?
2016.

HIDUP
Hiduplah hari ini jemput ia dalam embun-embun para pendoa yang mengaliri sajadah tua dan sunyi membara.
2016.



GERIMIS AKHIR SEPTEMBER
Hujan kembali melipat pagiku
Padahal aku berusaha bangun untuk melukis matahari dalam rumahku
Biar panas mencumbi
Kadang tangis semu hadir entah dari bulan apa ini.
Rayuan gerimis menjadi mawar-mawar mekar bagi penikmatnya
Membawa sekuntum doa kala semesta memborgol mata.
Pertengahan kota, 28 September 2016.

KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI
Jangan tulis puisi
Jika hari ini kau masih korupsi
Jangan bermain lidah saja di mata umum
Jika rakyatmu masih kelaparan kesakitan
Dan ku ingatkan sekali lagi
"Jangan kau tulis puisi jika hari ini korupsi masih dalam raga serta batinmu"
(Negeri Santri, 28 September 2016, Muhammad Arifin)

ANTARA KATA SEKIAN RINDU MELANDA
Kutakmau minggat dari jenis-jenis tapamu
Bulu perindu memaksaku antri dalam dinginku
Getir melahap kataku
Ah, jika pertemuan-pertemuan takdir melukai diatas layang kutulis Sajak
"Kuingat manis kenang jelma selendang bidadari mengungsi tepi kali"
Bukankah aku pandang pelangi sesaat pelangi telanjang di antara musim-musim yang berjatuhan
Bulan alpa sekian kata
Membenci reda tinta yang melayang tiada sangkar petilasan.
Semarang, 30 September 2016.

PUISI-PUISI KESEKIAN KALI, KUSEBUT ASMAMU DALAM PEJAM TIDURKU
:suronan
Pada malam yang pendar ini
kusebut teduh dalam pejamku
ya, allah
ya rahman
ya rahim
pertemukanlah hamba pada manusia-manusia pengisi firdaus-Mu kelak
aku yang kecil
masih ngluru ilmumu
semoga bulan-bulan indahmu
aku menyapa dengan bisik wirid tahajud dalam sujudku
dan almanak pacu semesta-Mu
semoga cinta kasihmu menjadi fitrah dalam hariku.
Semarang, 02 Oktober 2016.

SAJAK PETANI DISUDUT KOTA
:petani purwodadi
pagi pulih kembali
langit cerah pejalan remang menembus kabut
udara-udara bernyanyi tak sepi
begitulah petani tamasya ke sawah
melipat nasi jagung dan ikan kering
sembari senyum kecil di pematang
kemudian matahari pelan-pelan
antri kondisi pengharapan
meski pupuk-pupuk
tertanam pada ingatan
musim ini kembali tertawa doa-doa melayang di atas gubuk tua
karena hidup bukanlah sedan
keikhlasan tanaman wujud pengabdian setiap zaman.
(Negeri Santri , 03 September 2016, Muhammad Arifin)


ungkapan.
-senjakini
Nanti aku akan kembali
sebentar saja luka ini
aku sedang lari dari kutukan diam
untuk pendar pun aku menyisakan sedikit cumbu fajar.
2016


MEMBUJUK MIMPI
:mahasiswasemarang
Pukul sepuluh aku berjalan
senyum sumringah
dini hari kupu-kupu melambai
pekik udara menyulut kaki
pelajaran kuselami
karena mimpi perintah
bukam dukun
bukan orang sakti
memahami dengan cinta
karena tuhan tahu sibukmu kemudian hari membeli rumus akhirat atau duniawi.
(Semarang, 04 Oktober 2016, Muhammad Arifin)


NERAKA DAN MONOLOG KOTA YANG TAJAM
jika hanya kemegahan dunia saja yang di sandra
mungkin dalam cinta pada alam bahkan semsta ia lupa
semacam norma ia asingkan
candu miliaran angka
buta mata hatinya
lantas jika hidup menyusuri sampul neraka itu
bagaimana dengan surgaNya yang lebih dari dunia sesingkat ini?
pertanyaan ini akan menjadi monolog malam bahkan kutukan melebihi jeruji dalam tidur panjang.
(Semarang, 04 Oktober 2016, Muhammad Arifin)

WAKTU
namun waktuku
lebih-lebih tepat dari puisiku
pekik iblis mampus
lari pincang
lari diatas sajadah
aku berselendang mawar
semerbak bak sutra surgawi.
kali ini aku melihat wujud
syukurku
raab-ku
2016.

BARAT KEKACAUAN
Pertengahan kota barat pengap
air-air bertukar lagu
meriak kaku dan wajah penghuni kampung lesu berduri
rela meletakkan nyeri
pada misteri yang terkubur api-api menjerit di kaki istana negara
meliput suara
dan mengubur amanah dan tumbang dalam nirwana
ada apa dengan duniamu?
(Semarang, 05 Oktober 2016, Muhammad Arifin)Top of Form
Bottom of Form



SYAIR KEHIDUPAN
:mertopolitan
Kupilih surau untuk hidup
kupilih syahid atas matiku
kuingin satu syair untuk sejarahku
debu-debu menggiling waktu
semacam kaku mereka berkata ngilu
ini jalan menuju satu
dari sekian darah-darah serupa belukar bertengkar.
Semarang, 6 Oktober 2016.

(s)
(a)
(j)
(a)
(k)
(puisi) bulan ini aku menunggumu sungguh!
datanglah lekaslah menemu malam pendarku.
2016.

NGILU MEMILIKI RINDU
berapa suku kata menyulut sajak cinta
dari derita-derita kaku
dan kutukan candu
bila berfikir matanya ngilu
sebab pertemuan adalah renggut agonia musim panjang.
2016.

BULAN PERENUNGAN
:muharram
malampun kembali menegur
tepat bulan muharram
wajah-wajah kembali mengungsi ketempat suci
dari ujung kota kulihat kerenda tua
memikul tangis-tangis kematian
tuhan?
semacam apa aku ini
gelap sayah di matamu
gugup merekam nikmatmu
kembali tunduk meremas wirid
allah-ku
jiwa pendosa ini meminjam segala
fasilitasmu
tapi jalan hidupku sudahkah aku
bergelut sabdamu
sungguh aku menangis merobek serpihan kaca-kaca petaka
sendiri melamun memahat ingatan
dalam antrian hujan mengguyur metropolitan yang tenang.
(Semarang, 10 Oktober 2016, Muhammad Arifin)
#RefleksiKataSubuhMenanti

MEMBERI ATAU MENGEBIRI?
Terdiam mataku menemu bait-bait singgah di latar
kubaca sejenak kupaksa memahami
suratan daun-daun berukuran sepi
dari sebrang negeri calon-calon menepi
entah, sibuk mencuci puisi atau melipat-lipat angka-angka misteri
bukan karena lautan kekayaan yang ada
itupun petaka ada
jalanan mati
redup bangir terkapar
anak kecil bersaku debu meminjam kenyataan palsu
diatas bangku negeri
apakah tau?
gelisah nanah mengucur disela-sela subuh meringkuk
melepas doa-doa muharram khusyuk
diatas sajak yang kuaduk
dalam-dalam menembus udara-udara
semoga istana megah
menelisik kaum-kaum pecakar matahari di musim pagi.
(Semarang, 10 Oktober 2016, Muhammad Arifin)

MUSIM
sebab lagu dari musim raba
pertapaan mata-mata disudut jendela
menghilangkan jejak rawa
mengantri meminjam bianglala.
2016
Top of Form



...i ...i.a
:sajakbiasa
Aku akan melihatmu melipat senyum
dari atas kota ku bidik mata hatimu
serta perkelahian kita akan menjadi puisi-puisi perenungan.
10102016.


tanda tanya (?)
ia sandarku memberi parabola kata
melihat kondisi duri keadilan
mataku parau kakiku melaju
bukan karena ku ngilu
melihat petaka semakin lebam saja
ada apa dengan negeriku?
Semarang, 11 Oktober 2016

MATA API
Keserakahan diundi pada celah-celah peradaban
Mata yang tidur
Kembali mengoyak isi perut
Menggigil kejam
Ya,
Mereka
Penyadap uang rakyat
Lantaran api neraka belum kau teguk
Jadinya kau mampus dengan angka-angka berwarna itu
2016

Teman menyelamatkan
Bukan teman menyesatkan
Temam menginspirasi
Bukan teman membodohi
Teman siap siaga
Bukan teman jika malas
#RefleksiPertemanan

SUATU KOTA
Sebelah sudut kota
Ada puisi yang jatuh diantara debu meriang
Tubuhnya nanar kucobo dekat-dekat
Ia hanya sebatas lagu sederhana yang runcing meski perjalanan itu merapal terjal.
2016

ARLOJI MENELAN PUISI
: 01:30
Pukul jarum menjelma sunyi
Riuh metropolitan kendaraan malam
Jika mata membisik sendu
Dari atas tebing pemangsa rasa
Penuh dalam panjang
Malam-Mu serupa lagu
Tak ada teori dalam mimpi
Bulir embun jatuh persatu diantara mata sayu
Kataku dalam rebah mengemas keadaan
Atau bahkan dalam sandiwara
Bertanya pada perihal nyawa-nyawa
Yang terbunuh menelan siksa
Rasa penuh adalah tinta
Ijin mengetuk antara aksara gulita
Menyuguhkan pelataran
Tumbuh dalam imaji perenungan
Tuhan?
Dimanakah aku??
(Semarang, 15 Oktober, Muhammad Arifin)




*BIODATA PENULIS :
Muhammad Arifin, lahir di Grobogan 21 April 1998 .Menggemari Travelling selain menulis puisi , juga aktif di Komunitas Sastra Malam Jum'at dan anggota di Klinik Art (Mranggen Demak) Alumni santri kitab kuning di Pondok Pesantren putra-putri Al-Anwar Maranggen-Demak Dan salah satu alumni MA Futuhiyyah 2 Mranggen Demak.melanjutkan studi tingginya Ilmu komunikasi USM semarang beberapa puisinya tergabung dalam antologi bersama Memo Anti Terorisme (Forum Sastra Surakarta, 2016). Aquarium & delusi (Bebuku Publisher, 2016) Memo Anti Kekerasasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta,2016) Monolog Seekor Monyet (Sabana Pustaka, 2016) juga menjadi juara lomba cipta puisi Pospeda Demak 2016. Beralamat di Dusun Domas RT 05 RW 10, Desa Kenteng, Kecamatan Toroh , Kabupaten Grobogan ,Jateng bisa di sapa melalui email, Ariefsastra@yahoo.co.id Nomor Hp : 085866562197 Ariefmanba@yahoo.co.id .Facebook : Arief Manba.

Semarang, 15 Oktober 2016.

Komentar

Postingan Populer